Recent Posts

ULIL AMRI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH



A.    oleh: Hudzaifaturrahman, Fikri al-Mubarok, Mad Rois, Firman Budi Satria, M Juwaini


Pendahuluan
Di dalam al-Hadits kami tidak menemukan hadits yang di dalamnya terdapat kata ulil amri, namun di dalam al-Hadits hanya hadits-hadits yang menerangkan tafsir dari ayat al-Qur’an saja. Sedangkan dalam  al-Qur’an, kata Ulil Amri hanya ditemukan di dua tempat saja, yaitu pada surat an-Nisa ayat 59 dan 83:

1.    An-Nisa(3):59

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
2.    An-Nisa(3):83ÇÑÌÈ
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah Karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”.
Allah SWT dalam surat an-Nisa ayat 59 memberitahukan kepada seluruh umat manusia di mana saja dan kapan saja hingga hari kiamat tentang kewajiban menaati tiga orang; Pertama, taat kepada Allah kemudian taat kepada Rasul-Nya dan terakhir taat kepada Ulil Amr. Pada bagian lain dari ayat ini telah dijelaskan rujukan kaum muslimin saat berselisih dan bersengketa, seakan-akan ayat ini sedang mencetuskan sebuah sistem peradilan independen; Allah berfirman, Jika kalian berselisih tentang sesuatu maka mintalah kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menghukumi dan jangan kalian bawa masalah itu kepada pihak asing (musuh Islam). Dengan memperhatikan adanya keimanan terhadap Allah dan hari kiamat, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mereka yang tidak berlandaskan sumber-sumber Islam dalam menghakimi sesuatu maka pada hakikatnya mereka bukanlah orang-orang yang mukmin terhadap Allah dan hari kebangkitan tersebut.
B.     Penafsiran ulil amri
Berkenaan dengan tafsir Ulil Amr, terdapat pendapat yang beragam, berikut ini penjelasan pendapat-pendapat tersebut:
1.      Tafsir at-Thabari
Menurut at-Thabari, dia menyebutkan bahwa para ahli ta'wil berbeda pandangan mengenai arti ulil amri. Satu kelompok ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah umara. Berkata sebagian ulama lain, masih dalam kitab tafsir yang sama, bahwa ulil amri itu adalah ahlul ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah-lah yang dimaksud dengan ulil amri. Sebagian lainnya berpendapat ulil amri itu adalah Abu Bakar dan Umar. (Lihat lebih jauh dalam Tafsir at-Thabari, juz 5, h. 147-149)

2.      Imam al-Mawardi
Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulul amri" pada QS An-Nisa:59. Pertama, ulil amri bermakna umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan). Ini merupakan pendapat Ibn Abbas, as-Sady, dan Abu Hurairah serta Ibn Zaid. Imam al-Mawardi memberi catatan bahwa walaupun mereka mengartikannya dengan umara namun mereka berbeda pendapat dalam sabab nuzul turunnya ayat ini. Ibn Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Huzafah bin Qays as-Samhi ketika Rasul mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyah (perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). Sedangkan As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasul sebagai pemimpin dalam sariyah. Kedua, ulil amri itu maknanya adalah ulama dan fuqaha. Ini menurut pendapat Jabir bin Abdullah, al-Hasan, Atha, dan Abi al-Aliyah. Ketiga, Pendapat dari Mujahid yang mengatakan bahwa ulil amri itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. Pendapat keempat, yang berasal dari Ikrimah, lebih menyempitkan makna ulil amri hanya kepada dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan Umar. (Tafsir al-Mawardi, jilid 1, h. 499-500)

3.      Tafsir al-Maraghi
Ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya dan zuama yang manusia merujuk kepada mereka dalam hal kebutuhan dan kemaslahatan umum. Dalam halaman selanjutnya al-Maraghi juga menyebutkan contoh yang dimaksud dengan ulil amri ialah ahlul halli wal aqdi yang dipercaya oleh umat, seperti ulama, pemimpin militer dan pemimpin dalam kemaslahatan umum seperti pedagang, petani, buruh, wartawan dan sebagainya. (Tafsir al-Maraghi, juz 5, h. 72-73)

4.      Imam Fakhur Razi mencatat ada empat pendapat tentang makna ulil amri:

Pertama, makna ulil amri itu adalah khulafa ar-rasyidin. Kedua, pendapat lain mengatakan bahwa ulil amri bermakna pemimpin perang (sariyah). Ketiga, Ulil amri itu adalah ulama yang memberikan fatwa dalam hukum syara dan mengajarkan manusia tentang agama (islam). Keempat, dinukil dari kelompok rawafidh bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah imam-imam yang mashum. (Tafsir al-fakhr ar-Razi, juz 10, h. 144)
5.      Tafsir Ruh al-Maani, karya al-Alusi
Ada yang mengatakan bahwa ulil amri itu adalah pemimpin kaum muslimin (umara al-muslimin) pada masa Rasul dan sesudahnya. Mereka itu adalah para khalifah, sultan, qadhi (hakim) dan yang lainnya. Ada juga yang mengatakan bahwa maknanya adalah pemimpin sariyah. Juga ada yang berpendapat bahwa ulil amri itu adalah ahlul ilmi (cendekiawan). (Tafsir Ruh al-Maani, juz 5, h 65)

6.      Ibn Katsir, setelah mengutip sejumlah hadis mengenai makna ulil amri, menyimpulkan bahwa ulil amri itu adalah, menurut zhahirnya, ulama. Sedangkan secara umum ulil amri itu adalah umara dan ulama" (Tafsir al-Quran al-Azhim, juz 1, h. 518)

7.      Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama masa kini yang semasa dengan Dr. Yusuf Qardhawi, dalam kitab tafsirnya, at-Tafsir al-Munir, menyebutkan bahwa sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa makna ulil amri itu adalah ahli hikmah atau pemimpin perang. Sebagian lagi berpendapat bahwa ulil amri itu adalah ulama yang menjelaskan kepada manusia tentang hukum-hukum syara'. Sedangkan syiah, masih menurut Wahbah Az-Zuhaili, berpendapat bahwa ulil amri itu adalah imam-imam yang mashum. (at-Tafsir al-Munir, juz 5, h. 126). Dalam kitab ahkam al-Quran, Ibn al-arabi berkata: "yang benar dalam pandangan saya adalah ulil amri itu umara dan ulama semuanya". (Ahkam al-Quran, juz 1, h. 452).[1]

Dari beberapa penafsiran di atas maka dapat dikumpulkan makna dari ulil amri meliputi umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan), ahlul ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh), Sahabat-sahabat Rasulullah-lah sebagian lainnya berpendapat ulil amri itu adalah Abu Bakar dan Umar, ulama dan fuqaha (orang yang memberikan fatwa dalam hukum syara’ dan mengajarkan manusia tentang agama (islam),ahli hikmah, menurut kelompok Syiah imam-imam yang mashum, para khalifah, sultan, qadhi (hakim) dan yang lainnya.
C.     Kriteria Ulil Amri Menurut Islam
1.      Adil
2.      Mempunyai pengetahuan yang luas
3.      Sehat mental dan fisik
4.      Lengkap anggota badan
5.      Cepat mengambil keputusan pandai bersiyasat
6.      Pemberani
7.      Mempunyai keturunan yang baik[2]
D.    Kesimpulan
Dari sejumlah kitab tafsir yang dikutip di atas dapat diberikan catatan sebagai berikut: Para ulama berbeda pendapat mengenai makna ulil amri. Ada yang mencoba meluaskan makna ulil amri dengan semua ulama dan umara. Ada pula yang mencoba menyempitkannya dengan khusus pada Abu Bakar dan Umar semata. Ada yang hanya melihat pada ulama saja (ahlul ilmi) dan ada yang hanya berpegang pada arti pemimpin perang.

Sejumlah kitab tafsir, khususnya kitab tafsir klasik semisal Tafsir at-Thabari dan Ruh al-Maani, hanya menyebutkan contoh ulil amri itu pada jabatan atau profesi yang dipandang krusial pada masanya. Sedangkan Tafsir al-Maraghi, yang merupakan kitab tafsir yang ditulis pada abad 20 ini, menyebutkan contoh-contoh ulil amri itu tidak hanya berkisar pada ahlul hallii wal aqdi, ulama, pemimpin perang saja; tetapi juga memasukkan profesi wartawan, buruh, pedagang, petani ke dalam contoh ulil amri.

Sebagai catatan akhir, kita memang diperintah oleh Allah untuk taat kepada ulil amri (apapun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil amri). Namun perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata "taat"; sebagaimana kata "taat" yang digandengkan dengan Allah dan Rasul (periksa redaksi QS an-Nisa: 59). Quraish Shihab, yang disebut-sebut sebagai mufassir Indonesia, memberi ulasan yang menarik: "Tidak disebutkannya kata "taat" pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul, dalam arti bila perintahnya bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka. Dalam hal ini dikenal kaidah yang sangat populer yaitu: "La thaata li makhluqin fi ma'shiyat al-Khaliq". Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan kepada Khaliq (Allah)."[3]


[1] file:///E:/ulill%20amr/makna%20ulilamri.html diakses 10 Maret 2012 jam 10.00 wib
[2] Khoirul Anam, Fikih Siyasah Dan Wacana Politik Kontemporer, (Yogyakarta: Ida Pustaka, 2009) hlm. 17-21
[3] file:///E:/ulill%20amr/makna%20ulilamri.html, diakses 10 Maret 2012 jam 10.00 wib

Related Post



Unknown mengatakan...

Hanya mengingatkan. Teks ini harus diganti : " Allah SWT dalam surat an-Nisa ayat 59 memberitahukan kepada seluruh umat manusia di mana saja dan kapan saja hingga hari kiamat tentang kewajiban menaati tiga orang; Pertama, taat kepada Allah kemudian taat kepada Rasul-Nya dan terakhir taat kepada Ulil Amr", Allah swt bukan orang. Terima kasih

rumah tafsir mengatakan...

siip

Posting Komentar

Text Widget

Total Pageviews

Categories

Blogger Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

About Me

Foto Saya
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

mari berteman